Trinitas Membuat Hj. Veronika Agustina Memilih Islam Sampai Mati

Trinitas Membuat Hj. Veronika Agustina Memilih Islam Sampai Mati - Rasanya amat sulit mencari musikus wanita yang sanggup bertahan lama pada profesinya. Sekadar untuk menyebut nama-nama mereka, antara lain Lilis Suryani, Titi Noor, dan Henni Purwonegoro. Sedangkan, Hajjah Veronika termasuk yang sampai saat ini tetap setia pada profesinya. Selain sebagai vokalis, ia juga memimpin Soneta Yunior yang dibentuknya Juni 1989.

Debutnya di dunia musik diawali ketika ia menggabungkan diri bersama The Beach Girl dari tahun 1968 sampai 1973. Kesibukan rumah tangga membuat ia vakum cukup lama dari dunia musik. Tetapi toh, jiwa seninya tidak dapat dikekang. Pada 1978, bersama beberapa kawan lamanya, ia memproklamirkan berdirinya Soneta Girl yang seluruh personelnya terdiri dari kaum Hawa. Sayang, setelah menelurkan 8 album, group ini bubar tahun 1986, tidak lama setelah perkawinannya bubar bersama Super Star Dangdut, Rhoma Irama.

Ikhwal perpisahan saya dengan Rhoma, beberapa media massa ibu kota ramai membicarakannya. Pro dan Kontra mewarnai perceraian saya di tahun 1985. Tetapi buat saya banyak sekali hikmah yang saya ambil. Terus terang saya kini baru mengenal, siapa sesungguhnya makhluk yang bernama laki-laki.

Dulu sewaktu masih bersama mantan suami, saya tidak pernah berpikir tentang laki-laki. Pokoknya, suami yang di samping saya, dialah laki-laki yang paling setia. Ternyata anggapan saya keliru.

Setelah perceraian itu, saya baru mengetahui bahwa penyelewengan itu pasti ada pada setiap laki-laki. Bukan laki-laki, jika tidak ada penyelewengan dalam rumah tangganya. Kesimpulan saya memang ekstrim. Tetapi itu bukan berarti saya antipoligami. Selama si wanita mau dimadu dan sisuami mampu berbuat adil, bagi saya, no problem. Tidak ada masalah. Tapi saya sendiri tidak mau dimadu.

Menurut saya, laki-laki yang mengambil madu (maksudnya poligami, peny.) harus mampu menegakkan keadilan. Sebab kalau tidak, akan membuat keributan di antara istri-istrinya.

Sangsi Mengenai Trinitas

Saya mempunyai nama Islam, Masyitoh masuk Islam tahun 1971 bersamaan dengan pengesahan akad nikah saya dengan Rhoma Irama. Tetapi sebetulnya, 3 tahun sebelum nikah, saya sudah menyatakan-meskipun baru di hati keluar dari agama saya yang lama : Katolik.

Saya berdarah Manado-Banten memang sudah bergaul dengan Islam sejak masih SD. Waktu itu, saya sering ikut ke pangajian anak-anak bersama anak pembatu di rumah nenek saya. Sejak itu saya mulai menyangsikan ajaran Trinitas yang selama ini saya dapatkan di gereja.
Kebetulan, buyut saya (nenek dari ibu), Nyai Isah namanya, berasal dari daerah Tigaraksa, Banten, yang memang fanatik Islam. Dengan buyut saya itulah saya sering bertukar pikiran tentang agama. Sehingga, pada suatu hari buyut saya berkata, "Kamu dan keluarga kamu, nanti akan masuk Islam".

Alhamdulillah, ucapan Buyut saya terkabul. Sayalah orang pertama di keluarga yang memeluk Islam. Setelah ayah saya yang masih Katolik wafat tahun 1975, berturut-turut ibu dan adik-adik saya mengikuti jejak saya ke jalan yang diridhai Allah, yaitu Islam. Bahkan, saya berkesempatan menunaikan ibadah haji tahun 1983.

Sejak itu saya bertambah yakin dengan Islam yang saya anut. Insya Allah, saya akan tetap memilih Islam sampai mati. Sebagai bukti, saya bertekad akan mewariskan Islam kepada anak-anak saya. Dua dari 3 anak saya dari perkawinan dengan Rhoma, kini bermukim di Pondok Pensantren Zainul Hasan Kraksaan, Probolinggo, Jawa Timur. Kini, saya hidup berbagahagia bersama suami saya R.M. Indarto Suryokusumo yang sehari-hari akrab dipanggil Dicky.(Albaz)
Journey to Islam Oleh : Redaksi 01 Nov 2003 - 11:24 pm

No comments:

Post a Comment